GORONTALO (JM) — Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) KAKA GEMPAR (Kesatuan Aksi Kader Alumi Gerakan Masyarakat Peduli Aspirasi Rakyat Boalemo) menggelar aksi damai di beberapa titik lokasi yakni, di depan Kantor Bupati Boalemo, DPRD, dan di depan Kantor Kejari Boalemo, Senin, (03/01/2021).
Dalam orasinya Koordinator lapangan (Korlap) Jun Manto menegaskan, penanganan kasus KONI oleh pihak Kejari Boalemo, mengganggu akal sehat. Dimana, penetapan tersangka terhadap kasus KONI, terkesan dipaksakan. Kata Jun, pihak Kejari Boalemo dinilai sewenang-wenang dalam penyelidikan hingga penerapan hukum, pada organisasi KONI. Menurut massa aksi, perkara tersebut adalah perdata, bukan malah di giring dan dipaksakan untuk menjadi pidana.
Dari sini massa aksi menganggap pihak Kejari Boalemo, tidak menghormati payung hukum organisasi, yaitu AD/ART. Pihak Kejari Boalemo dinilai tidak menghormati undang-undang tentang Pemerintahan Daerah (Otonomi Daerah), tentang HAM, tentang sistem keolahragaan nasional, serta peraturan perundang-undang lainnya tekait AD/ART organisasi.
“Ini yang membuat kami jadi heran dengan pihak Kejari Boalemo. Konstruksi hukum seperti apa yang mereka ambil. Kami malah menilai ini terkesan ada kriminalisasi terhadap saudara yang ditetapkan tersangka,” kata Junaidi Manto kepada awak media.
Selain itu, LSM KAKA GEMPAR Boalemo menyesalkan peran dan fungsi pengawasan Pemkab Boalemo dalam hal ini Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), terkesan hanya membiarkan perkara tersebut menyeret oknum ASN dlingkungan Pemkab Boalemo menjadi tersangka. “Saya menilai ini seperti terstruktur atau tersistematis, masa iya APIP tidak menemukan masalahnya di awal, ketika misalnya ada penyelewengan dan sebagainya di sana? Miris dan sulit diterima oleh akal sehat,” tegasnya.
Lebih lanjut Jun Manto menjelaskan, dalam konstruksi dakwaan pada sampel perkara pengaduan/aspirasi perkara dugaan Penyimpangan Dana Hibah Pengelolaan Belanja Hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Kabupaten Boalemo.
Tahun Anggaran 2018, 2019, dan 2020 yang telah menahan Tersangka dan melimpahkan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, terkesan memaksakan perkara Perdata menjadi perkara Pidana dan menimbulkan ketidakpastian hukum serta kriminalisasi dan diskriminasi.
“Dalam perkara tersebut terdapat perbuatan kesewenang-wenangan kepada organisasi penerima hibah yang notabenenya organisasi kemasyarakatan, dan tidak menghormati aturan dalam Rumah Tangga organisasi kemasyarakatan (AD/ART),” papar Jun.
Masih kata Jun, Kejari Boalemo yang telah melakukan penyelidikan hingga melahirkan suatu konstruksi hukum berupa surat dakwaan, menunjukan perilaku yang terkesan bertentangan dengan ideologi Pancasila khususnya tentang permusyawaratan, Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Ormas, Undang-Undang Pemerintahan Daerah (otonomi daerah), Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia, Undang-undang tentang Sistim Keolahragaan Nasional, dan Peraturan Perundang-undangan lainya serta Peraturan Internal Organisasi (AD/ART).
Selain itu menurutnya, perkara tersebut notabenenya merupakan dana hibah KONI yang bersumber dari APBD dan telah ditegaskan tidak akan ada penyaluran/penyerahan hibah, sebelum penandatanganan surat perjanjian hibah yang disebut NPHD. Maka bila sesuai ketentuan undang-undang yang mengatur tentang Otonomi Daerah semestinya kewenangan Pemerintahan Daerah untuk memperkarakan.
“Adanya perkara ini yang diambil alih oleh Kejaksaan menjadi suatu Ironi kepada Pemerintahan daerah seakan Inspektorat dan DPRD yang berfungsi sebagai Pengawasan tak lagi mampu menjalankan fungsinya atau melaksanakan Penyelenggaraan Otonomi Daerah,” terangnya.
Disampaikannya juga, permintaan atau tuntutan masyarakat dari Bumi Bertasbih Idaman, Kabupaten Boalemo, menyuarakan permintaan dan tuntutan yang ditujukan para Pejabat Lembaga Negara khususnya kepada Kepala Negara Presiden Republik Indonesia, diminta untuk memastikan tidak adanya saling melindungi antara lembaga penegak hukum secara vertikal dari atas kebawah. Terhadap sesuatu yang melanggar hukum dan/atau hak asasi manusia sehingga dapat menjadi pelanggaran yang dinilai tersistematis secara kelembagaan
Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Boalemo, Rafid M. Humolungo, yang menangani perkara KONI menanggapi tuntutan LSM KAKA GEMPAR tidak keberatan dengan berbagai aspirasi yang disampaikan oleh massa aksi. Apapun yang mereka sampaikan, misalnya ini perkara perdata atau masih ada kaitannya dengan sengketa, administrasi dan lain-lain, saya pikir itu pendapat mereka. Saya tidak mau berdebat, atau berargumentasi ini seperti apa dan lain sebagainya.
Seharusnya Rafid, berbagai pendapat yang disuarakan tersebut, disampaikan di Pengadilan. Baik melalui penasihat hukum, atau melalui terdakwa itu sendiri. Menurutnya, masih ada ruang untuk melakukan pembelaan di pengadilan. “Ruangnya di mana? Yaitu pledoi. Dan mereka punya hak untuk mendatangkan ahli, mereka juga bisa mengadakan saksi A De Charge, atau saksi yang meringankan terdakwa, dan itu ada untuk melakukan pembelaan atas dakwaan yang ditujukan pada terdakwa,” papar Rapid.
Masihkata Rapid Humolungo, pihaknya idak melakukan kesewenang-wenangan dan menzalimi orang seperti yang dinilai oleh LSM KAK GEMPAR. Karena proses hukum yang dilakukan, murni menemukan fakta-fakta hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan negara. “Anggaran yang disalurkan kepada cabang olahraga oleh Bendahara KONI, sebagian besar tidak sesuai. Sehingga, hal inilah yang kemudian dinilai merugikan keuangan Negara. Dan semuanya sudah diserahkan ke Pengadilan, selanjutnya kita menunggu bagaimana putusan Pengadilan nanti,” tukasnya. (jm)