Home / Politik / Opini

Selasa, 5 Januari 2021 - 20:29 WITA

Semangat Menuju Desa Impian

Syahril Mointi

Syahril Mointi

Oleh : Syahril.Mointi (Penulis staf pemda Gorontalo Utara)

 

Gerak dan langkah pembangunan pedesaan sudah sejak lama menjadi instrumen penting dan membawa dampak yang luas bagi masyarakat, tetapi yang mejadi masalah kemudian adalah bahwa proses pembangunan pedesaan yang berjalan tidak menjadikan desa berubah, berkembang atau menjadi lebih baik dan bermakna, tapi justru desa tetap berada dalam kemiskinan, padahal desa menjadi penyangga kehidupan perkotaan terutama dari sektor pertanian dan perikanan.

Kita hendaknya melihat bahwa masalah yang ada bukanlah sekedar persoalan dalam pelaksanaan (implementasi), saya  memandang ada masalah–masalah yang sangat kursial, yang menyangkut tatanan dan langkah-langkah yang diambil oleh mesin pembangunan.  Perspektif yang digunakan bukanlah suatu perspektif yang hendak membebaskan desa, kemudian memfasilitasi gerak maju desa, tetapi untuk mengubahnya, tentunya dibutuhkan sebuah pandangan baru sebagai media pembaruan desa.

Menurut Dadang Juliantara (2003), berbicara mengenai pembaruan desa adalah sebagai usaha perubahan, yang pada dasarnya merupakan langkah gerakan social. Langkah-langkah ini sangat ditentukan oleh sejauh mana usaha-usaha yang dilakukan mampu mentransformasikan kelemahan menjadi kekuatan, dan bagaimana mentrasformasikan segala potensi menjadi kekuatan pendorong perubahan.

Untuk melakukan suatu perubahan, memang bukan pekerjaan yang gampang, semudah membalikkan telapak tangan, ini membutuhkan kesiapan seluruh elemen yang terkait dengan perubahan tersebut.

Menuju kearah tersebut paling tidak ada beberapa syarat perlu dilengkapi agar langkah disebuah desa dapat menjadi nyata, dan tidak terjebak dalam retorika atau hanya pada level wacana yakni antara lain;

Pertama, diperlukan adanya visi yang jelas dari desa mengenai apa yang hendak diraih dimasa depan. Visi yang dimaksud tidak lain dari suatu visi kemasyarakatan, suatu bayangan mengenai desa itu di masa depan. Masa depan desa, tidak boleh  hanya menjadi mimpi satu dua orang  saja, melainkan harus menjadi impian banyak orang.

Semakin banyak orang punya impian dan menyatukannya menjadi satu visi, maka niscaya potensi desa akan dapat berkembang lebih luas, energi perubahan akan bertambah dan jalan kearah realisasi tentu akan semakin terbuka.

Kedua, setiap perubahan tidak mungkin tanpa mengandalkan “kesatuan langkah”. Kita boleh menghargai pluralitas, namun dalam kerja kongkrit, keberangaman harus dapat ditransformasikan menjadi kekuatan yang menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan, ibarat sebuah pertunjukan orkestra, ketika kita mainkan dengan  nada tertentu  akan melahirkan simponi yang indah walaupun terdiri dari berbagai macam alat musik.

Kongkritnya bahwa pembaruan desa  membutuhkan organisasi penyokong yang kuat (merupakan gabungan dari berbagai pihak) yang berkepentingan dengan usaha pembaruan.

Ketiga, setiap usaha pembaruan, merupakan kerja yang panjang, yang memerlukan komitmen dan dedikasi yang tinggi, olehnya setiap pembaruan membutuhkan orang-orang “pilihan”, mereka yang tidak mengenal lelah, mengharapkan keuntungan untuk melakukannya, dedikasi yang dilakukan untuk desanya adalah wujud dari rasa kecintaan yang kuat dan rela berkorban untuk usaha yang sedang dilakukan.

Keempat, setiap usaha pembaruan pada dasarnya adalah gerakan pembongkaran dan sekaligus gerakan pemasangan, dua ilmu sekaligus akan digunakan yakni dalam ilmu bongkar dan pasang.

Untuk menjalankan usaha ini tidak mungkin perubahan dapat dijalankan tanpa adanya suatu dukungan masyarakat luas, yang dilukiskan sebagai suatu dukungan adalah tidak lain kesediaan masyarakat untuk merubah yang bukan dilandasi oleh kekuatan atau paksaan melainkan oleh kesadaran penuh, bahwa perubahan akan merubah kehidupan mereka.

Basis massa menjadi sangat penting dalam masalah ini, sebab usaha perubahan yang diboikot oleh masyarakat, sama artinya sebuah proyek yang tidak melibatkan rakyat.

Dukungan kuat dari masyarakat merupakan bukti kongkrit bahwa proses yang dijalankan melibatkan rakyat. Perubahan jenis ini adalah perubahan yang hanya mungkin berjalan sesuai relnya, jika bertumpu pada kekuatan dari dalam.

Sebagai catatan, saya dan mungkin juga anda, bahwa perubahan desa merupakan salah satu fenomena yang menarik dan diperkirakan akan memberikan konstribusi yang berarti bagi percepatan pencapaian reformasi, yakni demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas, sekaligus menjawab konsekwensi globalisasi yang menuntut comparative dan competitive adventages.

Menurut Dr.Purwo Santoso, et.al. 2002, bahwa perubahan desa yang dimaksud adalah meliputi, Pertama kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri,  Kedua kelembagaan yang merupakan wadah agar desa dapat menjalankan kewenangan yang dimiliki, Ketiga, penataan personil yang mempunyai tugas menjalankan urusan kewenangan atau isi rumah tangga desa yang bersangkutan; Keempat, keuangan untuk membiayai pelaksanaan tugas; Kelima  permusyawaratan desa yang merupakan perwujudan dari wakil rakyat dan telah mendapat legitimasi untuk memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa ; Keenam manajemen pelayanan umum agar pemerintah dapat menjalankan tugas dengan efisien, efektif, transparan dan akuntabel.

Masih dalam konteks pembaruan, Capacity Building menjadi penting dalam menyusun sebuah kerangka kerja untuk memperkuat kapasitas perangkat desa dalam mengelola pemerintahan desa. Institute for Research and Empowerment (IRE), menawarkan kepada kita kerangka capacity building untuk pemerintah desa, yaitu dengan konsep penguatan pada unsur-unsur antara lain :

Personal

Pengetahuan perangkat desa terhadap prinsip-prinsip Good Governance, demokrasi, otonomi desa, pelayanan publik, pembuatan keputusan yang baik, pengelolaan keuangan yang baik;Keterampilan dalam mengelola administrasi, perencanaan, kebijakan dan keuangan.

Organisasional

Struktur organisasi yang ramping tapi efektif; Struktur pembagian kerja yang jelas; Mekanisme pengambilan keputusan; Sistim rekrutmen perangkat; Sistim insentif; Standarisasi pengelolaan keuangan; Prasarana yang memadai; Kepemimpinan; Rencana strategis.

Institusional

Kemampuan menghasilkan  kebijakan pembangunan desa yang berorientasi pemberdayaan, berbasis pada kebutuhan dan partisipasi masyarakat serta berkelanjutan; Kemampuan menghasilkan peraturan desa yang legitimate.

Institute for Research and Empowerment (IRE), menegaskan bahwa dalam lingkup desa, pemerintah desa adalah bagian dari birokrasi negara dan sekaligus sebagai pemimpin lokal yang memiliki posisi peran signifikan dalam pembangunan dan pengelola pemerintahan desa;

Menurut pandangan ideal tentang hubungan ditingkat desa, pemerintah desa mengemban tugas utama dalam hal menciptakan kehidupan demokratis, mendorong pemberdayaan masyarakat serta memberikan pelayanan publik yang baik. Tujuan utamanya adalah membawa desa pada kehidupan yang sejahtera, demokratis, tentram dan berkeadilan.

Dalam struktur ideal, kepala desa sebagai leader dalam organisasi pemerintah desa diharapkan mampu melakukan konsolidasi internal. Semakin kuat konsolidasi, maka semakin efektif kinerja perangkat desa. Namun kondisi seperti ini mengalami berbagai persoalan yang sangat khas,

Pertama hubungan antara kades dengan perangkat lainnya akibat dari dinamika politik lokal, pemilihan kepala desa telah menjadikan fragmentasi masyarakat desa, termasuk juga perangkat desa. Pemilihan kepala desa menyisakan konflik, kekecewaan dan sejenisnya terutama komunitas yang figurnya kalah dalam kompetisi, dan imbasnya masuk ke arena perangkat desa, jika satu kubu dengan kadesnya maka perangkatnya solid, jika tidak maka akan mempersulit konsolidasi internal. Dalam konteks ini peran kepemimpinan sang kades sangat menentukan upaya konsilidasi guna membentuk team work yang solid;

Kedua, masing-masing perangkat biasanya bekerja sendiri-sendiri, akibatnya adalah pola kerja serta mekanisme pelayanan kepada masyarakat desa menjadi tidak terkoordinasi, masyarakat lebih sering “meminta“ pelayanan secara langsung mencari perangkat desa dirumahnya masing-masing;

Ketiga ketergantungan kepala desa sebagai akibat dominasi yang selama orde baru berjalan, sekalipun struktur mengalami perubahan dimana saat ini pemerintah desa tidak lagi bercorak korporatis dan sentralistik pada kades, tapi kultur paternalistik yang memposisikan kades sebagai orang kuat dan berpengaruh masih melekat, akibatnya kebiasaan menunggu perintah atasan menjadi fenomena yang umum terlihat di desa. Adakah pemberdayaan aparat desa melalui pemberian dana desa serta dana-dana lainnya yang limpah ruah akan membawa perubahan ? kita  tunggu saja. Amin. (*)

Share :

Baca Juga

Politik / Opini

Pembelajaran Penting Dari Kapolres Sampang Soal Kompetensi Wartawan

Politik / Opini

Jenderal (Purn) Moeldoko Didaulat Pimpin Partai Demokrat, Putusan Kongres Luar Biasa

Politik / Opini

Nama Ganjar Pranowo Mencuat Ketimbang Puan Maharani di Plires 2024, Bagaimana Sikap PDIP

Politik / Opini

Peduli Korban Banjir di Jabodetabek, PPP Salurkan Ribua Bantuan

Daerah

Kader Gerindra Pohuwato Terus Bergerak, Optimalkan Kemenangan Paslon SMS

Politik / Opini

SAYA Lihat Boalemo Atau Boalemo Lihat Saya (Refleksi I Look Boalemo)

Kabupaten Boalemo

Harijanto Mamangkey Didesak Maju Dalam Bursa Pilkada Boalemo, Reses di Desa Tabongo

Kabupaten Boalemo

Rahmad Dai Siap Maju di Musda PAN Boalemo