*Penulis Staf Pemda Gorontalo Utara
Pada arah dalam konteks pemerintahan lokal, sering terjadi fenomena yang hampir sama dibeberapa daerah, apalagi jika dilihat pada dinamika permasalahan otonomi daerah maka perubahan undang-undang pemerintahan daerah dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan di daerah, digantikan dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang kemudian diperbaiki dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 lalu diubah lagi dengan UU 23 tahun 2014 telah membawa kepada sejumlah perubahan tata kelola pemerintahan daerah yang lebih signifikan.
Berkaitan dengan perubahan tata kelola pemerintahan daerah ini, terdapat satu permasalahan yang cukup krusial yakni tentang masalah pengisian jabatan struktural di daerah atau mutasi staf pelaksana di sebagian atau seluruh OPD.
Padakondisisemacaminilah, sering muncul kecenderungan bahwa pertimbangan diluar faktor meritokrasi antara lain prestasi dan karir sebagai yang dipersyaratkan oleh organisasi birokrasi, yang seharusnya menjadi kewenangan eksekutif melalui lembaga Baperjakat atau sebutan lain seperti Tim Penilai Kinerja, sering diintervensi kepentingan.
Memang kebijakan mutasi merupakan salahsatu fungsi manajemen system kepegawaian yang sangat fundamental, namun masih banyak menimbulkan masalah, boleh jadi masalah kepada individu ASN yang bersangkutan sering tidak muncul, tetapi tidak demikian dengan obyek administrasi pelayanan; yakni organisasi itu sendiri dan masyarakat.
Bukankah setiap dilakukan mutasi maka struktur pelaksanaan organisasi juga berubah ? Terutama bagi mereka yang sedang mengendalikan program dan kegiatan untuk pencapaian visi misi daerah.
Kongkritnya adalah, bahwa ketika terjadi mutasi maka secara otomatis pengelolaan administrasi pun harus disesuaikan dengan personil yang baru, belum lagi kepada yang bersangkutan butuh penyesuaian dengan pola kerja, dan itu butuh waktu “kawan”.
Mutasi kadang tidak sesuai dengan evaluasi terhadap berbagai persoalan kebutuhan kinerja pegawai dan organisasi, bahkan mutasi dilakukan hanya dipengaruhi oleh kepentingan tertentu, tanpa ada dampak signifikan dalam peningkatan kualitas kinerja, yang ada adalah setiap saat terjadi mutasi….
Sehingga cenderung banyak mutasi dilakukan dengan mengandalkan patronage system.
Makanya harus menggunakan pendekatan yang terukur dan jelas arahnya; yakni kompetensi manajerial, sosial kultural, dan teknis. Kompetensi manajerial ( bagipejabat structural ) merupakan kompetensi yang diperlukan oleh setiap individu ASN dalam berorganisasi yang dilihat dari integritas, kemampuan bekerjasama, komunikasi, orientasi pada hasil, pelayanan publik, pengembangan diri dan orang lain, mengelola perubahan, dan pengambilan keputusan.
Sementara kompetensi sosial kultural adalah kompetensi yang diperlukan oleh ASN agar dapat berperan sebagai perekat bangsa yang dilihat dari kemampuan berinteraksi dengan masyarakat majemuk, kepekaan terhadap perbedaan budaya (cultural awarrenes), kepekaan terhadap konflik (conflict awareness) pengendalian diri (self control), kemampuan berhubungan sosial (social relationship), serta empati.
Sedangkan kompetensi teknis berkaitan dengan penguasaan subtansi teknis sesuai tugas dan fungsi/peranan jabatan tersebut dalam organisasi. Jadi jangan terlalu sering lakukan mutasi ya pak BOS.(*)