Boalemo (JM) – Aktivitas tambang emas ilegal yang terjadi di Dusun Sambati, Desa Dulupi, Kecamatan Dulupi, Kabupaten Boalemo, terus menjadi sorotan publik. Keberadaan tambang ini telah memunculkan dampak yang luas dan kompleks, mulai dari pelanggaran hukum yang serius, kerusakan lingkungan, dan potensi konflik sosial di tengah masyarakat, serta ancaman terhadap ekonomi dan pembangunan berkelanjutan di wilayah tersebut.
Tambang ilegal di Sambati diketahui beroperasi tanpa izin yang sah. Praktik ini jelas melanggar UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2020 Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengharuskan setiap kegiatan pertambangan memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). Menurut Pasal 158, pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dihukum dengan pidana penjara hingga sepuluh tahun dan denda maksimal Rp10 miliar. Selain itu, aktivitas ini juga bertentangan dengan PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Belum lagi, ketidakjelasan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Kabupaten Boalemo tambah memperburuk situasi, menciptakan celah hukum yang memungkinkan eksploitasi ilegal tanpa pengawasan dan tanggung jawab yang memadai.
Faisal Saidi, S.H., M.H., seorang pengajar dan pegiat hukum, mengatakan bahwa “jika benar aktivitas tambang ilegal itu beroperasi, maka sebetulnya kita sedang melawan mafia hukum itu sendiri, karena masalahnya dengan terang mata mereka melakukan aktifitas yang ilegal, sementara mereka pasti tahu bahwa UU melarang tindakan tersebut” pungkasnya. Lebih lanjut, Faisal menegaskan bahwa pada level pemerintah Boalemo, ketidakhadiran RTRW yang sah membuat pengelolaan ruang dan sumber daya menjadi tidak terarah.
“Ketiadaan RTRW di Boalemo membuka ruang bagi praktik-praktik ilegal yang merusak tatanan hukum dan menciptakan kerugian besar bagi masyarakat,” ujarnya.
Faisal juga menyoroti lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah dan aparat penegak hukum, yang memungkinkan pelaku tambang terus beroperasi tanpa hambatan.
Dari segi ekonomi, tambang ilegal menawarkan keuntungan sesaat yang hanya dinikmati oleh segelintir orang, tetapi merugikan ekonomi lokal secara keseluruhan. Kerusakan lingkungan berdampak langsung pada sektor pertanian dan perikanan yang menjadi mata pencaharian utama penduduk. Selain itu, pemerintah kehilangan potensi pendapatan dari pajak dan royalti yang seharusnya diterima dari tambang yang beroperasi secara legal.
Dalam situasi ini, Faisal menekankan pentingnya peran aparat penegak hukum dan pemerintah Kabupaten Boalemo untuk segera bertindak.
“Penertiban tambang ilegal harus segera dilakukan, dan pemerintah daerah diharapkan perlu melakukan percepatan penetapan RTRW yang komprehensif untuk menjadi langkah strategis dalam mencegah eksploitasi liar di masa depan.” Tutup Faisal. (JM)